Jokowi Melanjutkan Food Estate Setelah Soeharto Hingga SBY Gagal

by -876 Views

Pemerintah akan melanjutkan proyek food estate di Merauke, Papua. Proyek ini sebelumnya sudah dikerjakan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2010.

Food estate di Merauke akan dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam pelaksanaannya, proyek ini tidak akan menggunakan uang negara sepenuhnya dan akan mencari investor melalui skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha swasta.

“Diarahkan ke PPP, public private partnership,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto, Selasa (10/23).

Proyek food estate pernah dilakukan dalam beberapa pemerintahan sebelum Jokowi. Ini artinya, proyek ini bukan hal baru. Sayangnya, sejarah juga membuktikan bahwa program ini tidak berjalan sesuai harapan.

Program ketahanan pangan di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak 30 tahun yang lalu. Pada tahun 1990-an, Presiden Soeharto menjadi yang pertama kali mencanangkan program ini. Program ambisius ini bernama Mega Rice Project. Melalui kebijakan ini, Soeharto ingin mengubah rawa gambut di Kalimantan Tengah menjadi tempat pengembangan produksi beras. Diproyeksikan ada sejuta lahan gambut yang akan diubah.

Namun para ilmuwan sudah memperkirakan bahwa Mega Rice Project ini akan gagal. Salah satu faktor penyebabnya adalah kondisi tanah. Namun mereka tidak mampu menahan ambisi Soeharto.

“Proyek ini dilakukan tanpa adanya konsultasi dan analisis sehingga berakhir dengan kegagalan besar. Setelah lahan dibuka dan padi ditanam, baru diketahui bahwa tanah gambut terlalu asam dan kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan padi,” catat buku Menelan Hutan Indonesia.

Akibatnya, pemerintah mengalami kerugian yang besar. Masyarakat lokal terpinggirkan. Hutan dihabiskan dan menjadi awal dari bencana lingkungan terbesar di akhir abad ke-20.

“Yang tersisa dari program ini adalah tanah gambut yang mengering. Ketika musim kemarau, tanah gambut ini terbakar. Kebakaran tanah gambut telah menyebabkan polusi udara yang parah dan krisis kesehatan masyarakat di seluruh Asia. Pada tahun 1997, terjadi musim kebakaran selama enam bulan yang mengejutkan dunia dengan foto-foto hutan dan desa yang terbakar, termasuk orangutan,” catat penelitian Menelan Hutan Indonesia yang didukung oleh WALHI.

Namun kegagalan ini tidak dijadikan pembelajaran bagi pemerintahan selanjutnya. Pada tahun 2010, Presiden SBY meluncurkan program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) dengan tujuan untuk memastikan swasembada Indonesia dalam hal pangan dan energi.

Namun program ini menimbulkan konflik. Argumennya berkisar pada program Jawasentris yang berusaha menciptakan lahan pertanian untuk menghasilkan beras, tebu, dan minyak sawit yang semuanya digunakan untuk penduduk Jawa, bukan penduduk Papua. Akibatnya, masyarakat Papua yang sehari-hari mengonsumsi sagu kehilangan sumber pangan utamanya karena ulah pemerintah.

Pada akhirnya, seperti yang sudah ditebak, proyek ini juga gagal menghasilkan tanaman pangan dalam jumlah besar.

“Sembilan tahun setelah peluncuran, proyek MIFEE hampir tidak menghasilkan pangan atau energi. Hal ini merupakan taktik dangkal yang telah merampas dan membuka lahan untuk penebangan, atau mengkonversi menjadi perkebunan sawit atau akasia serta mengakselerasi industri ekspor lainnya,” tulis penelitian tersebut.

Perlu dipahami bahwa hutan tidak boleh dianggap kosong. Justru hutan adalah lahan yang sangat berharga di dunia karena di dalamnya terdapat ratusan bahkan ribuan makhluk hidup, termasuk juga kelompok masyarakat adat. Penduduk dan masyarakat adat setempat telah kehilangan tanah tradisional mereka dan dibiarkan menghadapi kelaparan serta kehilangan budaya mereka.