Israel Merebut 2 Harta Karun yang Luar Biasa dari Palestina

by -1335 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Mendekati satu bulan, pertempuran antara Israel dan Hamas terus memanas dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Akibatnya, situasinya semakin memburuk. Korban terus terjadi, baik dari pihak militer maupun dari warga sipil yang tak bersalah.

Pertempuran ini telah berlangsung sejak awal Oktober dan menambah daftar panjang konflik di kawasan tersebut sejak tahun 1948. Rakyat Palestina adalah yang terdampak paling parah. Hak hidup mereka terus terancam karena ditekan oleh pemerintah Israel.

Sebenarnya, sejak mereka tinggal di sana dan sebelum David ben-Gurion memproklamirkan berdirinya Israel pada tahun 1948, banyak analis memprediksi bahwa rakyat Palestina akan sejahtera dan makmur. Ini karena mereka tinggal di atas tumpukan “harta karun” yang fantastis.

Mengenai “harta karun” ini, seorang ahli geologi bernama A. Bonne telah mempublikasikan penelitiannya berjudul “Sumber Daya Alam Palestina” pada tahun 1938. Dia menyebutkan ada dua sumber daya alam potensial di wilayah Palestina.

Pertama, sumber daya air. Di Timur Tengah yang terkenal kering, air adalah sumber kehidupan yang tak ternilai. Hanya dengan adanya air, masyarakat dapat sejahtera dan negara dapat berkembang.

Contohnya, di Arab Saudi, air memainkan peran penting dalam sejarah negara tersebut. Pada awal pendiriannya, Arab Saudi tercatat sebagai salah satu negara yang relatif miskin. Kesulitan dalam mencari air menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Seiring waktu, kehidupan politik menjadi tidak stabil.

Untungnya, Palestina tidak mengalami hal yang sama. Saat negara-negara Timur Tengah lainnya kesulitan mencari air, Palestina telah dianugerahi air yang melimpah. Menurut Bonne, air dapat ditemukan dengan mudah di Palestina.

Ketika melakukan pengeboran, air langsung meleleh keluar. Sungai-sungai di Palestina jarang mengalami kekeringan karena siklus musim panas dan hujan yang saling bergantian. Akibatnya, sektor pertanian dan perkebunan Palestina dapat berkembang. Terlebih lagi, dengan adanya kemajuan teknologi dari Inggris pada waktu itu, sektor pertanian semakin pesat.

Kehadiran air juga memicu perkembangan industri listrik di Palestina. Karena tidak memiliki cadangan batu bara, rakyat Palestina menggunakan sungai Yordan yang deras sebagai sumber energi listrik. Bukti adanya hal ini adalah berdirinya Perusahaan Listrik Palestina pada tahun 1926. Kemudian, pembangkit listrik tenaga air mulai bermunculan di kota-kota besar seperti Tel Aviv dan Haifa.

Kedua, sumber daya mineral. Bonne melaporkan bahwa Palestina memiliki banyak kekayaan mineral seperti kapur, basal, tembaga, mangan, dan aspal. Selain itu, Palestina juga memiliki sumber daya yang berpotensi besar, yaitu minyak bumi.

“Struktur geologi Palestina menunjukkan bahwa minyak bumi dan produk sejenisnya dapat ditemukan di beberapa tempat dalam jumlah yang menguntungkan secara ekonomi,” tulis Bonne.

Kata kunci di sini adalah “menguntungkan secara ekonomi”. Artinya, jika minyak bumi dikelola dengan baik, Palestina dapat mencapai kesejahteraan.

Terlebih lagi, saat penelitian ini diterbitkan pada tahun 1938, sudah ada negara-negara yang kaya raya berkat eksploitasi minyak bumi, seperti Amerika Serikat, Iran, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Arab Saudi, yang menemukan minyak bumi pada tahun 1938, juga menjadi negara kaya raya.

Jika melihat kasus-kasus tersebut, seharusnya Palestina dapat memiliki nasib yang sama. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, sejarah Palestina berjalan berbeda. Sepuluh tahun setelah penelitian tersebut diterbitkan, tepatnya pada tahun 1948, David ben-Gurion secara mengejutkan memproklamirkan berdirinya negara Israel di tanah Palestina. Dari sinilah situasinya mulai berbeda.

Sejak pendudukan Israel dimulai, menurut laporan PBB tahun 2019, penduduk Palestina mulai kehilangan kendali atas sumber daya alam, terutama air sebagai “harta karun”. Israel secara jelas merampas kepemilikan air rakyat Palestina. Menurut laporan Human Right Watch, tindakan ini melanggar hukum internasional yang melarang pengambilalihan sumber daya dari wilayah lain demi keuntungan sendiri.

Namun, Israel tidak mundur. Bahkan, menurut laporan Amnesty International, pada tahun 1967, Israel dengan sengaja mencabut hak warga Palestina atas air di Tepi Barat.

Pada saat itu, Israel melarang warga Palestina membuat sumur air baru, memperdalam sumur yang ada, dan mengambil air dari Sungai Yordan. Mereka juga mengendalikan dan membatasi tempat-tempat penampungan air hujan yang tersebar di Tepi Barat. Israel berpikir bahwa dengan mengendalikan air, mereka dapat “mematikan” kehidupan di Palestina.

Dampak dari kebijakan ini adalah ratusan komunitas Palestina yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Jika mereka bisa mengakses, airnya sangat terbatas dan kualitasnya sangat buruk. Menurut PBB, kebijakan ini telah merusak ekonomi Palestina. Sektor pertanian dan industri, yang sebelumnya menjadi tulang punggung