Pemerhati Kebijakan Publik Nilai, OTT di Bondowoso Tunjukkan Penanganan Hukum Transaksional
SUARA INDONESIA, BONDOWOSO- Pemerhati Kebijakan Publik, Hermanto Rohman menilai, Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua oknum jaksa, ASN dan pihak swasta di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, menunjukkan bahwa penanganan hukum masih transaksional.
“Peristiwa OTT ini mengonfirmasi bahwa praktik birokrasi memang rentan munculnya praktik oportunistik oknum birokrat maupun oknum penegak hukum,” kata Hermanto pada suaraindonesia.co.id, Minggu (19/11/2023).
Lebih lanjut, Hermanto menuturkan, mulanya publik sangat senang dengan pernyataan APH yang berkomitmen serius menangani seluruh program infrastruktur yang bermasalah di Kabupaten Bondowoso.
“Infrastruktur memang secara publik bisa dilihat masyarakat. Dan sebagai masyarakat sepertinya banyak keluhkan dalam pelaksanaannya,” imbuhnya.
Menurut dosen FISIP Unej ini, adanya dua oknum aparat penegak hukum (APH) dan ASN yang terjaring OTT oleh KPK, menguatkan gambaran wajah buruk birokrasi Bondowoso. Karena yang bermasalah dan terkena OTT merupakan oknum pelaksana, bukan pengambil kebijakan.
“Ini kan bahaya. Ini berarti indikasi gagalnya proses rekrutmen, pembinaan, dan pengawasan ASN yang berintegritas. Mestinya saat ini mereka perlu dilakukan asesmen ulang,” imbuhnya.
Peristiwa OTT ini, menurut Hermanto, merupakan pekerjaan rumah bagi Pj Bupati Bondowoso untuk ditegaskan ulang agar ASN-nya tidak bermain-main dengan hukum.
“Ini KPK loh! Masalah ini sudah jadi atensi nasional. Kalau perlu pakta integritas harus ditegakkan. Biar tidak men-downgrade citra Bondowoso yang hasil auditnya WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Dan kinerja pemerintah yang sudah dinilai baik oleh pusat,” imbuhnya.
Dia memaparkan, Pj Bupati dan Pj Sekda Bondowoso perlu serius menuntaskan masalah tersebut. Yakni memperbaiki tata kelola birokrasi, karena sudah menjadi isu nasional.
Menurut tenaga ahli DPRD Jember yang sekaligus tenaga ahli Pemkab Situbondo ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Pemkab Bondowoso.
Pertama, perlu konsolidasi kembali para birokrat dan ASN Bondowoso agar sesuai serta tidak menyimpang dari regulasi dalam menjalankan pekerjaannya. “Kalau perlu asesmen ulang, sebagai dasar untuk melakukan pembinaan,” imbuhnya.
Kedua, perkuat pengawasan internal agar tidak terjadi penyimpangan kembali oleh para pelaksana birokrasi. Dan ketiga, kalau perlu Pj Bupati membuat kanal aplikasi daring pengaduan masyarakat, terkait dengan program yang potensi bermasalah dan rentan berhadapan dengan hukum.
“Jika ini dilakukan, maka akan memulihkan citra publik yang sudah diidentikkan bahwa Bondowoso daerah potensial birokrat bermasalah,” ujarnya.
Diketahui, KPK secara resmi telah menetapkan dua oknum jaksa di Kabupaten Bondowoso sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso Puji Triasmoro, serta Kasi Pidsus Kejari Bondowoso Alexander Kristian Diliyanto Silaen.
Keduanya dibekuk oleh KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu 15 November 2023. Dua jaksa itu terjerat tindak pidana korupsi, berupa pemberian hadiah atau janji dalam pengurusan perkara di Kejari Bondowoso.
Awalnya, dua tersangka itu menangani laporan penyimpangan pelaksanaan proyek peningkatan produksi nilai tambah hortikultura di Kabupaten Bondowoso, yang tendernya dimenangkan dan dikerjakan perusahaan milik Yosi Setiawan (ISS) dan Andika Imam Wijaya (AIW).
“Kami umumkan beberapa orang tersangka, di antaranya Puji Triasmoro Kajari, Alexander Kristian Diliyanto Silaen Kasi Pidsus, serta pihak swasta Yosi Setiawati dan Andika Imam Wijaya,” kata Irjen Rudi Setiawan, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Kamis 16 November 2023. (*)
ยป Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta: Bahrullah
Editor: Mahrus Sholih