Meningkatkan Kerjasama Antara Penyedia Layanan Anak di Daerah untuk Pencegahan Kekerasan Seksual di Ruang Online

by -876 Views
Meningkatkan Kerjasama Antara Penyedia Layanan Anak di Daerah untuk Pencegahan Kekerasan Seksual di Ruang Online

Fitria, peserta bimtek integrasi layanan respons OCSEA ketika memaparkan hasil diskusi. Kegiatan ini diselenggarakan Yayasan Plato di salah satu hotel di Jember, Jumat (22/12/2023). (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, JEMBER- Kehidupan anak pada masa kini, tak bisa dipisahkan dari internet. Sejak dini, mereka telah akrab dengan gawai dan media sosial. Bahkan, anak-anak belajar serta membangun kehidupan sosialnya di jagat daring. Tak terkecuali anak-anak di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, kejahatan di dunia maya (cyber-crime) juga mengancam setiap pengguna internet. Termasuk anak-anak. Bahkan, ada potensi anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seksual di ranah daring atau OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse).

Oleh karena itu, perlu ada penguatan bagi penyedia layanan dan perlindungan anak di daerah. Termasuk bagi aparat penegak hukum (APH). “Hari ini kami mengadakan kegiatan bimtek integrasi layanan respons OCSEA bagi tenaga penyedia layanan perlindungan anak dan APH di Jember,” kata Yugi Harianti, Project Manager OCSEA Jawa Timur, ketika diwawancarai di Jember, Jumat (22/12/2023).

“Tujuan bimtek ini untuk meningkatkan kapasitas peserta dalam upaya penanganan OCSEA yang terintegrasi, serta memperkuat kolaborasi antarlayanan dalam rangka perlindungan, serta menciptakan keamanan online bagi anak,” tambahnya.

Kolaborasi antarlayanan itu dinilai penting. Karena hasil studi baseline terhadap perilaku online anak yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI bekerjasama dengan UNICEF dan ECPAT Indonesia, beserta mitra UNICEF, salah satunya adalah Yayasan Plato, menemukan ada beberapa anak yang menunjukkan perilaku online berisiko.

Seperti menggunakan Virtual Private Networks (VPNs), memiliki akun online yang dirahasiakan, merasa aman di internet dan tidak memahami bahaya yang ada saat online. Hasil ini menggambarkan bahwa anak-anak masih rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual di dunia maya, serta berpotensi bermasalah dengan hukum.

Bahkan, kata Yugi, data yang disampaikan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember menunjukkan bahwa kasus OCSEA mulai muncul ke permukaan. Dari 90 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak selama 2023, lima di antaranya masuk kategori OCSEA.

Untuk itu, Yayasan Plato melibatkan berbagai stakeholder penyedia layanan yang berkaitan dengan anak untuk menguatkan respons OCSEA. Mulai dari dinas yang menangani bidang sosial, kesehatan, anak dan bagian hukum, hingga APH tingkat polsek maupun polres. Termasuk rumah sakit, puskesmas, lembaga bantuan hukum dan organisasi masyarakat sipil.

Sedangkan unsur pemerintah desa yang dilibatkan ada lima. Yakni, Desa Kesilir Kecamatan Wuluhan, Desa Patempuran dan Sumberkalong di Kecamatan Kalisat, Desa Harjomulyo Kecamatan Silo, serta Desa Sukoreno Kecamatan Umbulsari.

“Lima desa ini merupakan desa binaan kami. Selain itu, juga ada 15 lembaga pendidikan. Mulai dari jenjang SMA, SMP dan satu SLB. Jadi kami juga menyentuh teman-teman inklusi,” paparnya.

Yugi berharap, setelah program ini berakhir, kabupaten atau kota bisa mandiri dalam merespons dan melakukan deteksi dini OCSEA di wilayah kerja masing-masing, melalui kolaborasi antarlembaga penyedia layanan dan perlindungan anak di daerah.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta: Magang
Editor: Mahrus Sholih