Bawaslu Menangani 1.032 Dugaan Pelanggaran Pemilu

by -1317 Views
Bawaslu Menangani 1.032 Dugaan Pelanggaran Pemilu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah menangani lebih dari seribu dugaan pelanggaran Pemilu 2024. Dugaan pelanggaran ini berasal dari 703 laporan dan 329 temuan.

“Sebanyak 1.032 dugaan pelanggaran dan berdasarkan hasil penanganan sebanyak 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan 188 bukan pelanggaran, sedangkan sisanya tidak dapat diregistrasi karena tidak memenuhi syarat formil atau syarat materiil,” jelas Anggota Bawaslu RI, Puadi, dalam keterangannya Rabu (10/1/2024).

Puadi menjelaskan, berdasarkan jenisnya, dari 322 pelanggaran tersebut terdiri atas 50 pelanggaran administrasi. Kemudian, 205 pelanggaran kode etik, 57 pelanggaran hukum lainnya, dan 10 dugaan tindak pidana pemilu.

“Pada jenis pelanggaran administrasi, tren pelanggarannya atau bentuk-bentuk pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah terkait Komisi Pemilihan Umum (KPU),” ujarnya menambahkan.

Puadi mencontohkan, KPU melakukan rekrutmen penyelenggara tidak sesuai dengan prosedur. Contoh dugaan pelanggaran berikutnya yaitu KPU provinsi melakukan penerimaan penyerahan dukungan pemilih DPD tidak sesuai ketentuan.

Selain itu, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten Kota melakukan pergantian calon sementara anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada masa pencermatan rancangan daftar calon tetap (DCT) tidak sesuai tata cara, prosedur, dan mekanisme.

Puadi menambahkan, untuk jenis pelanggaran kode etik, tren bentuk pelanggarannya adalah Panwascam melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

“Panwascam tidak profesional dalam seleksi pengawas kelurahan desa, KPU tidak Profesional dalam perekrutan PPK/PPS/KPPS, KPU Kabupaten/Kota tidak profesional dalam seleksi PPK, dan PPS tidak netral atau menunjukkan keberpihakan kepada Peserta Pemilu,” ujarnya.

Pelanggaran kode etik lainnya juga terkait temuan Aparatur Sipil Negara (ASN) memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa kepada peserta pemilu.

“ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah peserta pemilu, ASN melakukan pendekatan/mendaftarkan diri pada salah satu partai politik, dan bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri atau merugikan Daerah yang dipimpin,” tuturnya.

Ia menyebut, untuk dugaan tindak pidana pemilu, trennya adalah melanggar ketentuan Pasal 520, Pasal 521, Pasal 493, dan Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Bawaslu mendorong masyarakat untuk memasifkan pengawasan partisipatif dengan cara ikut mengawasi pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran ke pengawas pemilu terdekat,” pungkas Puadi.

Artikel ini ditulis oleh Heri Suroyo dan disunting oleh Mahrus Sholih.