Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar

by -47 Views

Pak Wismoyo adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Ajarannya memengaruhi saya secara pribadi. Ajaran utamanya kepada anak buahnya adalah untuk selalu berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berpikir buruk tentang orang lain. Itulah ajaran dari beliau yang selalu saya ingat di hati saya. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa orang yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena anak buahnya selalu menjalankan perintah dari komandan mereka. Saya bertemu Pak Wismoyo Arismunandar pertama kali ketika saya bergabung dengan KOPASSANDHA. Beliau menjabat sebagai Wakil Asisten Keamanan (Waaspam) KOPASSANDHA dengan pangkat Letnan Kolonel, sedangkan saya adalah Letnan Dua. Pada saat itu, saya baru mengetahui bahwa beliau adalah ipar Pak Harto. Istrinya adalah adik dari Ibu Tien Suharto. Awalnya, saya tidak terlalu dekat dengannya. Namun pada tahun 1978, beliau menjadi Komandan kami di Grup 1 KOPASSANDHA. Pada saat itu, saya adalah Komandan Kompi 112. Jadi saya mulai mengenal Pak Wismoyo Arismunandar. Beliau adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Kredonya ‘Berfikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik’ memengaruhi saya secara pribadi. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berharap buruk kepada orang lain. Itulah ajaran beliau yang selalu saya ingat di hati saya. Beliau selalu menghargai semangat yang baik dan humor yang baik. Oleh karena itu, beliau selalu mendorong kami untuk bersemangat, penuh antusiasme dan juga memberikan tepuk tangan dengan murah hati setiap kali diperlukan. Banyak senior dan rekan kerja mengejeknya karena begitu perhatian terhadap hal-hal sepele seperti tepuk tangan. Bagi mereka, mungkin itu terlihat sepele. Bagi saya, saya pikir dia benar. Untuk membuat pasukan dan diri kita sendiri bahagia dan penuh semangat, kita harus mulai dengan memperhatikan hal-hal yang sepele seperti itu. Saat memasuki Kongres AS, saya melihat anggota Kongres AS selalu menyambut Presiden Amerika Serikat dengan tepuk tangan meriah. Hampir semua orang memberikan standing ovation. Anggota DPR juga menyambut Presiden Indonesia dengan tepuk tangan saat memasuki ruang rapat. Tapi tepuk tangan biasanya redup. Kurangnya antusiasme dan semangat. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa orang yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur dan menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena mereka menjalankan perintah komandan mereka setiap hari. Oleh karena itu, tidak penting baginya apakah nyanyian Komandan itu bagus atau buruk. Yang penting adalah niat Komandan untuk menghibur anak buahnya. Itulah mengapa beliau juga sering berlatih bernyanyi. Suatu hari, ada sebuah upacara di KOPASSUS. Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), beliau bertindak sebagai inspektur upacara. Saat itu, saya menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan KOPASSUS (Danpusdik). Saya adalah komandan lapangan dalam upacara tersebut. Sebelum upacara, saya merasa bahwa Pak Wismoyo akan meminta saya untuk bernyanyi. Oleh karena itu, saya berlatih bernyanyi di rumah sehari sebelum upacara. Saya memanggil seorang keyboardist dan penyanyi sering kali untuk KOPASSUS. Saya berlatih bernyanyi lagu Ambon berjudul, O Ulate: lagu yang menyenangkan, ceria, dan tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Selama puluhan tahun, lagu itu selalu menjadi pilihan lagu saya. Keyboardist memberitahu saya bahwa Pak Wismoyo juga mengundang mereka ke KOPASSUS untuk acara besok. Sungguh kebetulan yang luar biasa. Alam semesta berpihak pada saya waktu itu. Jadi saya memintanya untuk memberi isyarat kepada saya kapan saya harus mulai bernyanyi setelah musik dimainkan, tetapi kami harus pura-pura tidak mengenal satu sama lain. Intuisi saya benar. Setelah upacara, musik mulai diputar. Pak Wismoyo kemudian mencari saya, memanggil saya, dan memerintahkan saya untuk bernyanyi. Saya mengatakan bahwa saya siap. Orang kemudian tertawa pada saya. Saya dianggap penyanyi yang buruk dan akan gugup di atas panggung. Namun, mereka langsung terkesima saat saya mulai bernyanyi. Mereka tidak tahu bahwa saya telah melakukan koordinasi dengan keyboardist sehari sebelumnya. Filsafat yang saya pelajari dari ajaran Pak Wismoyo adalah bahwa orang yang berani harus bahagia dan penuh semangat. Seorang pemimpin harus dapat menciptakan suasana yang bahagia. Oleh karena itu, Pak Wismoyo selalu merekomendasikan, antara lain, bahwa ketika anak buahnya berkumpul, pemimpin harus hadir di tengah-tengah mereka. Jika anak buahnya menyanyi, pemimpin harus menyanyi bersama meskipun suaranya tidak selaras. Jika anak buahnya suka menari, maka pemimpin juga harus menari bersama mereka. Jika anak buahnya suka musik dangdut, begitu juga pemimpin. Jika anak buahnya suka tarian poco-poco, pemimpin harus melakukannya dan tidak hanya duduk dan menonton. Jika seorang pemimpin melakukan hal ini, dia akan sangat dihargai oleh anak buahnya, dan ikatan mereka menjadi lebih kuat. Itulah yang selalu ditekankan oleh Pak Wismoyo, ‘kesatuan pemimpin dan anak buahnya’. Oleh karena itu, saya juga selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang bahagia. Pada waktu yang tepat, harus ada musik, semua orang harus ceria, dan suaranya harus keras; semua orang harus bersenang-senang, menikmati diri mereka sendiri. Pak Wismoyo jarang marah, bahkan jika dia kesal dengan seseorang; dia penuh pengampunan. Beliau sering memberi kesempatan kedua, atau bahkan ketiga, kepada siapa pun yang membuat kesalahan. Ada motto beliau yang sering saya acungi jempol bahkan sampai sekarang. Saya bahkan menerapkan motto ini di GERINDRA. Motto beliau adalah: disiplin adalah nafas saya, kesetiaan adalah jiwa saya, kehormatan adalah segalanya. Pelajaran berikutnya adalah ojo ngerasani wong. Itu berarti jangan berbicara buruk tentang orang lain. Beliau sering mengutip nasihat Pak Harto: Ojo adigang, adigung adiguna. Dalam arti sederhana, jangan sombong. Selain memberikan ajaran filosofis, beliau juga memberikan contoh bagi kami. Suatu ketika, kami memiliki latihan di Lampung, dan kami melakukan lompat parasut. Beliau bersikeras ikut serta dengan kami dan turut berpartisipasi meskipun kakinya terluka. Sebelum mendarat, kami punya ide untuk mengarahkannya mendarat di sebuah rawa kecil. Lebih baik bagi beliau untuk basah daripada memperparah cedera kakinya. Beliau suka melakukan olahraga; renang, bola voli, dan menembak. Beliau terutama bagus dalam menembak. Beliau juga mendorong saya untuk belajar menembak. Selain itu, sebagai anggota Korps Infanteri, kita harus pandai menembak. Kita harus belajar menembak pistol, senapan, senapan serbu, dan senapan penembak jitu. Kita akan menjadi bahan tertawaan jika kita, sebagai anggota Korps Infanteri, yang insignianya adalah dua senjata bersilangan di bahu dan kerah seragam, tidak bisa menembak. Sejak saya menjadi kapten, berkat latihan terus-menerus, saya berhasil menjadi salah satu penembak terbaik di KOPASSUS dan KOSTRAD. Ketika beliau menjadi panglima KOSTRAD (Pangkostrad), dan panglima Angkatan Darat (KASAD), dia sering meminta saya untuk bergabung dalam timnya di setiap kompetisi menembak. Selain saya, beliau juga selalu menyertakan Tono Suratman, Rasyid Qurnuen Aquary, Syaiful Rizal, Zamroni dalam tim menembak KASAD. Ada satu hal lagi yang mengesankan saya. Saat saya akan berangkat untuk operasi pertama saya sebagai Komandan Kompi pada akhir Oktober 1978, pukul 20:00, malam sebelum saya berangkat pukul 04:00 dari Bandara Halim Perdanakusuma, beliau memanggil saya ke rumahnya di Cijantung. Beliau bertanya tentang persiapan saya untuk operasi. Saya menjelaskan bahwa segala sesuatunya sudah dipersiapkan: senjata, peluru, kompas, obat-obatan, makanan, logistik. Tapi beliau masih menanyakan apa lagi yang harus saya persiapkan. Beliau mengulanginya beberapa kali. Saya bingung bagaimana menjawab pertanyaan ini karena saya sudah menyebutkan semua peralatan. Lalu dia menjelaskan maksudnya. Beliau mengatakan bahwa saya masih muda dan saya bertanggung jawab atas nyawa 100 tentara dan bahwa kita semua akan menghadapi risiko cedera atau kematian. Oleh karena itu, beliau mengingatkan saya sebagai seorang komandan bahwa saya harus dekat dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lalu beliau masuk ke kamarnya…

Source link