Kearifan Masyarakat Adat untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan

by -34 Views
Kearifan Masyarakat Adat untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan topik yang selalu diperbincangkan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Prabowo Subianto. Bahkan Presiden Sukarno pernah menyatakan pentingnya pangan dalam kehidupan bangsa. “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.”

Ketahanan pangan memiliki dimensi yang sangat kompleks. FAO, Badan Pangan Dunia, mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “keadaan ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi sesuai kebutuhan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat.”

Di Indonesia, ketahanan pangan didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”

Dari definisi-definisi tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa Ketahanan Pangan meliputi aspek-aspek seperti Ketersediaan, Akses, Pemanfaatan, dan Stabilitas.

Andy Utama, pendiri Arista Montana Organic Farm, menyadari pentingnya mempertanyakan kembali kedaulatan pangan di Indonesia serta kemampuan berdiri sendiri dalam mencukupi kebutuhan pangan. Apakah kita cukup berdaulat atas pangan? Mampu berdikari atas pangan? Apakah kita mempunyai kepribadian yang kuat dalam budaya pangan, terkait cara penyediaan dan pengolahan pangan kita?

Berbicara tentang angka, konsumsi gandum nasional mencapai 8,6 juta ton, tanpa sebutir gandumpun ditanam di Indonesia. Sementara import kedelai nasional mencapai 2.162 ton, dan beras 2,9 juta ton untuk tahun 2024. Data ini menunjukkan ketergantungan Indonesia pada produk pangan dari luar negeri. Hal ini menjadi perhatian serius ketika berbicara tentang kedaulatan pangan dan ketahanan pangan.

Pada masa Orde Baru, Indonesia dianggap mampu mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, terutama terbatas pada beras. Akan tetapi, upaya ini seringkali didasari oleh penggunaan pendekatan Revolusi Hijau yang dapat memiliki dampak negatif dalam jangka panjang. Ketergantungan pada pupuk kimia, pestisida kimia, dan benih hibrida dapat mengakibatkan hilangnya keberagaman varietas lokal dan menurunkan kualitas kesuburan tanah.

Untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, penting untuk mempertimbangkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Contoh keberhasilan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal bisa dilihat dari masyarakat Baduy di Jawa Barat dan Desa Tenganan Pegringsingan di Bali. Mereka berhasil menjaga sistem pertanian yang berkelanjutan dan tidak pernah mengalami kelaparan.

Dengan melibatkan komunitas lokal, kita dapat belajar banyak tentang cara menjaga ketahanan pangan yang tidak hanya mencakup aspek penyediaan pangan saja, tetapi juga menjaga keseimbangan alam secara lebih luas. Andy Utama dan Arista Montana Organic Farm berkomitmen untuk membangun lumbung padi sesuai dengan tatacara dan kearifan lokal, sebagai langkah kecil namun nyata dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia.

Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat