Tradisi saling klakson atau melambaikan tangan antara dua pengendara Vespa saat berpapasan di jalan, sebenarnya membawa makna solidaritas yang dalam dan telah menjadi bagian integral dari budaya komunitas Vespa selama bertahun-tahun. Namun, kebiasaan ini mulai memudar, terutama di kalangan pengguna Vespa matik generasi baru. Kegiatan saling klakson, melambai tangan, atau mengangguk sebagai tanda persaudaraan merupakan simbol kebersamaan di antara sesama pengguna Vespa, baik di kota besar maupun daerah terpencil.
Sepanjang waktu, nilai-nilai kebersamaan ini mengakar kuat di kalangan pecinta skuter asal Italia tersebut, namun dengan munculnya berbagai varian Vespa modern, nilai-nilai ini mulai tergerus. Pengamat transportasi, Muslich Zainal Asikin, mengamini adanya interaksi sosial unik di antara pengguna Vespa yang tidak dimiliki oleh pengguna sepeda motor lainnya. Solidaritas tinggi di antara pengguna Vespa karena mereka merasakan nasib yang sama, serta pengertian akan tantangan menjadi pengguna Vespa.
Sejarah panjang penggunaan Vespa di Eropa pada dekade 1960-an di Inggris memperlihatkan bagaimana skuter ini menjadi simbol gaya hidup, kebebasan, dan solidaritas di tengah keterbatasan ekonomi. Di Indonesia, fenomena serupa terjadi pada era 1970-an hingga 1980-an, ketika Vespa menjadi transportasi favorit masyarakat dan membentuk komunitas yang tidak hanya berfokus pada otomotif, tetapi juga pada kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Meskipun demikian, generasi baru pengguna Vespa, terutama model matik, belum sepenuhnya memahami tradisi solidaritas ini, sehingga memicu sinyal peringatan bagi komunitas Vespa. Dalam situasi modernisasi dan individualisme yang kian mewabah, menjaga tradisi sederhana seperti saling klakson bisa menjadi simbol kehangatan dan persaudaraan yang mulai langka di ruang publik. Diharapkan, solidaritas di antara pengguna Vespa tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, namun tetap hidup dan diperjuangkan di zaman sekarang.