Israel berhasil menjadikan Palestina sebagai ‘tempat ujicoba’ untuk bisnis senjata

by -1008 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Pada akhir pekan pertama Oktober 2023, dunia dikejutkan oleh serangan tiba-tiba kelompok Hamas ke Israel dekat perbatasan Gaza. Serangan ini bertujuan untuk merebut kembali tanah air warga Palestina dari pendudukan Israel dan menjadi invasi terbesar kelompok pro-Palestina tersebut.

Sebanyak 5.000 roket diluncurkan oleh Hamas dan mengenai penduduk Israel, menyebabkan korban jiwa. Dalam balasannya, militer Israel juga menyerang dan mendeklarasikan perang. Sejak saat itu, pertempuran terus berlanjut.

Kejadian ini membuat orang membuka kembali catatan sejarah tentang konflik Israel-Palestina. Salah satu sorotan adalah tentang kekuatan militer Israel. Sejarah mencatat bahwa negara yang didirikan pada tahun 1948 ini sering kali memenangkan perang. Bahkan ketika diserang oleh negara-negara Arab setelah merdeka, Israel tetap mampu keluar sebagai pemenang.

Tidak mengherankan bahwa Israel sering disebut sebagai negara dengan kekuatan militer yang tangguh di dunia. Bahkan, kekuatan tersebut menjadi komoditas yang dapat ditawarkan kepada negara lain. Bagaimana ini bisa terjadi?

Sejak David Ben-Gurion memproklamirkan pendirian Negara Yahudi pertama di dunia, negara-negara Arab segera bereaksi dengan keras. Mereka tidak dapat menerima keberadaan Israel di Timur Tengah yang menindas warga Palestina. Oleh karena itu, perang selalu terjadi dalam beberapa tahun berikutnya.

Posisi ini membuat Israel berada dalam situasi sulit. Meskipun Israel didukung sepenuhnya oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, Israel menyadari bahwa dukungan tersebut tidak akan selamanya abadi.

Berdasarkan buku “The Weapons Wizard: How Israel Became a High-Tech Military Superpower” (2017) karya Yaakov Katz, Israel mulai mengembangkan kemandirian di sektor militer.

Bagi Tel Aviv, keberadaan mereka di tengah “lautan amarah” menuntut pertahanan negara yang kuat. Jika sewaktu-waktu diserang, negara tidak akan hancur dengan mudah dan dapat melakukan serangan balik terhadap musuh. Oleh karena itu, prioritas pertama David Ben-Gurion bukanlah pembangunan ekonomi, tetapi pendirian Israel Defense Forces (IDF).

Dengan adanya IDF, Amerika Serikat memberikan dukungan penuh. Karena AS memiliki kepentingan di wilayah tersebut dan ingin menjadikan Israel sebagai perisai untuk melawan kebangkitan kekuatan negara-negara Arab dan pengaruh Soviet di Timur Tengah.

Seiring dengan itu, bantuan dari AS ke IDF terus mengalir deras. Menurut dokumen “US Foreign Aid to Israel” (2022), Israel adalah penerima bantuan terbesar dari AS sejak Perang Dunia II. Al Jazeera juga mencatat bahwa dari tahun 1946 hingga 2023, AS telah mengirimkan bantuan militer senilai US$ 124 miliar atau sekitar Rp 1.946 Triliun ke Israel. Angka ini belum termasuk transfer pengetahuan teknologi yang tidak dapat dihitung secara ekonomi.

Berkat besarnya bantuan tersebut, IDF berhasil bertransformasi menjadi militer modern terbesar di dunia. Pada titik ini, IDF mulai menjual kekuatannya.

Menyadari bahwa negara mereka memiliki sumber daya alam yang terbatas, pemerintah Israel mulai menjual senjata yang diproduksi di dalam negeri ke pasar internasional. Israel tidak hanya menerima pasokan senjata dari AS, tetapi juga memproduksinya sendiri.

Menurut catatan Antony Loewenstein dalam bukunya “The Palestine Laboratory: How Israel Export the Technology of Occupation Around the World” (2023), produksi senjata ini dimulai pada tahun 1990-an sebagai upaya Israel untuk mengurangi ketergantungannya pada senjata dari AS. Sejak itu, Israel telah melakukan riset besar-besaran untuk mengembangkan industri pertahanan.

Diketahui bahwa Israel menghabiskan sekitar 4,5 persen dari GDP negaranya untuk penelitian dan pengembangan, dan sekitar 30 persen dari anggaran penelitian tersebut dialokasikan untuk industri pertahanan.

Dari sinilah lahir empat perusahaan senjata terkenal di dunia, yaitu Elbit, RAFAEL, IMI (Israel Military Industries), dan IAI (Israel Aircraft Industries). Semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, mulai dari drone, tank, rudal, dan lainnya, berhasil menarik perhatian dunia.

Sebagai contoh, Israel sukses menciptakan tank Merkava, yang dianggap sebagai salah satu proyek militer paling rahasia Israel. Tank ini dianggap sangat mematikan bagi musuh dan sangat aman bagi pasukan sendiri.

Selain itu, ada juga drone Heron yang diproduksi oleh IAI. Menurut Antony Loewenstein, drone Heron menjadi senjata utama Uni Eropa untuk memantau kedatangan imigran dari Timur Tengah dan Afrika. Uni Eropa membeli drone ini dalam paket kemitraan senilai US$ 91 juta pada tahun 2020.

Yang menarik, riset Antony Loewenstein dalam bukunya juga menjelaskan bahwa selama melakukan bisnis senjata, Israel menjadikan Palestina sebagai laboratorium uji coba.

Dengan kata lain, konflik Israel-Palestina digunakan sebagai sarana uji coba untuk persenjataan Israel yang kemudian dapat dipromosikan ketika menjual senjata. Ketika strategi ini berhasil, Israel dapat menarik lebih banyak negara untuk membeli senjata mereka.

“Pe