Salah satu fakta yang menggelitik adalah tentang pembelian rokok oleh masyarakat miskin. Mereka, yang mencari uang dengan susah payah untuk hidup sehari-hari, lebih memilih membeli rokok daripada makanan bergizi.
Fakta ini diperkuat oleh temuan Badan Pusat Statistik. Dalam laporan BPS per Maret 2023, rokok menjadi salah satu penyebab garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Lalu, apa alasan di balik keputusan pembelian rokok oleh masyarakat miskin? Perlu diketahui bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan bumi lain. Amerika Serikat (AS) adalah salah satunya.
Pada tahun 2008, perusahaan konsultan Gallup Poll melakukan survei terhadap 75.000 perokok di AS. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang berpenghasilan kurang dari US$24.000 setahun lebih banyak merokok daripada orang berpenghasilan lebih dari US$90.000 setahun.
Profesor University of Standford, Keith Humphreys, menjelaskan bahwa lingkungan adalah biang masalahnya. Orang-orang kaya yang merokok memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan dukungan dari lingkungan mereka untuk berhenti merokok. Sebaliknya, hal ini tidak terjadi di kelompok kelas bawah. Hal ini juga dikaitkan dengan depresi yang membuat orang kelas bawah merokok agar merasakan kebahagiaan berlebih.
Faktor psikologi juga dapat berpengaruh, seperti kasus pembelian lotere oleh masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah yang mengalokasikan pengeluaran untuk membeli lotere. Hal ini bisa disamakan dengan kasus pembelian rokok di mana alasan orang miskin membeli rokok dari sisi psikologi sebagai cara untuk mendapat kemewahan.
Selain faktor psikologis, kebiasaan ini juga dipengaruhi oleh perusahaan rokok yang terkadang tidak bermoral dengan menargetkan lingkungan berpenghasilan rendah.